Freedom For Me

Kamis, 12 November 2009

2012, Matahari, dan Bosscha


KOMPAS.com/prince_4rd1@yahoo.co.id - Kalau menyimak wacana tentang Kiamat 2012 yang disebut berdasarkan sistem kalender Maya, argumen pentingnya ada di sekitar Matahari. Antara lain disebutkan, pada tahun 2012 aktivitas Matahari, yang sudah dimulai sejak tahun 2003, akan mencapai puncaknya. Selain itu, Matahari dan Bumi akan berada segaris dengan lorong gelap di pusat Galaksi Bima Sakti.

Tentu, Matahari amat sentral bagi Tata Surya, khususnya Bumi dan kehidupan yang ada di biosfernya. Jika ada peningkatan aktivitas di sana, Bumi pasti akan kena pengaruh. Namun, Matahari sudah rutin menjalani siklus aktivitasnya—yang berperiode 11 tahun itu—selama lebih dari empat miliar tahun dan sejauh ini baik-baik saja.

Kini, seiring dengan merebaknya buku tentang Kiamat 2012, juga film-film Hollywood tentang tema yang sama, juga muncul bantahan, tidak saja dari pimpinan suku Maya, tetapi juga dari kalangan astronomi. Mudah dimengerti kalau kalangan astronomi lalu bersuara. Ini karena penyebar kabar Kiamat 2012 banyak menyebut benda langit, seolah hal itu dapat menguatkan skenario yang mereka usung.

Padahal, dasar skenario itu sendiri, yakni kalender Maya, tidak berbeda jauh dengan kalender modern. Kalau kalender Maya punya berbagai macam siklus dengan panjang berlain-lainan, kita juga punya hal serupa. Jadi, kalau kalender Maya akan berakhir tanggal 21 Desember 2012, itu untuk kita bisa terjadi misalnya pada tanggal 31 Desember 1999. Esok hari setelah tanggal itu, yakni 1 Januari 2000, akan dimulai siklus baru, apakah itu yang berdasarkan hari, tahun, puluhan tahun, abad, atau milenium.

Seperti sudah kita saksikan, berakhirnya siklus macam-macam pada tanggal 31 Desember 1999 tidak disertai dengan kiamat bukan?

Bagaimana dengan perjajaran antara Bumi, Matahari, dan pusat Galaksi Bima Sakti? Penyebar kiamat menyebutkan, saat perjajaran akan menimbulkan gaya pasang yang akan memicu gempa bumi yang menghancurkan untuk menamatkan riwayat dunia. Gaya pasang yang sama juga akan memicu badai matahari yang akan menghancurkan Bumi. Bahkan, untuk menambah efek, planet-planet juga disebut akan berjajar pada tanggal 21 Desember 2012.

Ternyata, setelah diperiksa dengan saksama, Matahari tidak akan menutupi (menggerhanai) pusat galaksi. Bahkan, kalaupun Matahari bisa menutupi pusat galaksi, efek pasang dapat diabaikan, tulis Paul A Heckert yang dikutip pada awal tulisan ini.

Dengan penjelasan itu, skenario Kiamat 2012 tidak perlu dianggap serius.

Berdasarkan teori evolusi (lahir dan matinya) bintang, di mana Matahari adalah salah satunya, Matahari memang sekitar lima miliar tahun lagi akan mengembang menjadi bintang raksasa merah yang akan memanggang Bumi. Namun, bukankah lima miliar tahun masih jangka waktu yang amat, amat lama untuk ukuran manusia?

Namun, demi tujuan-tujuan lebih praktis, misalnya untuk mengetahui hubungan aktivitas Matahari dan gangguan komunikasi, atau untuk mengetahui lebih dalam tentang sifat-sifat Matahari, studi tentang Matahari tetaplah hal penting. Dan inilah rupanya yang diperlihatkan oleh Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat.

Penelitian Bosscha

Selama ini, Observatorium Bosscha lebih dikenal dengan penelitiannya di bidang struktur galaksi dan bintang ganda. Penelitian Matahari secara intensif dan ekstensif dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Namun, Sabtu 31 Oktober lalu, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diwakili oleh Dekan FMIPA Akhmaloka meresmikan teleskop matahari tayang langsung (real time). Sistem pengamatan Matahari yang terdiri dari tiga teleskop yang bekerja pada tiga panjang gelombang berlain-lainan ini dibuat dengan bantuan dari Belanda dan rancang bangunnya banyak dikerjakan oleh peneliti dan insinyur ITB sendiri.

Sistem teleskop yang dilihat dari sosoknya jauh lebih kecil dari umumnya teleskop yang ada di Bosscha ini terdiri dari teleskop yang bekerja pada gelombang visual, di mana untuk mendapatkan citra Matahari, sinarnya dilemahkan dulu sebesar 100.000 kali. Untuk pemantauan, citra Matahari diproyeksikan pada satu permukaan yang dapat dilihat dengan aman. Ini diperlukan karena selain untuk penelitian, fasilitas ini juga digunakan untuk pendidikan masyarakat.

Dua teleskop lainnya masing-masing satu untuk penelitian kromosfer rendah dan satu lagi untuk penelitian kromosfer tinggi.

Menambah semarak peresmian, hadir pula ahli fisika matahari dari Belanda, Rob Rutten, yang pagi itu menguraikan tentang kemajuan penelitian fisika matahari dan tantangan yang dihadapi.

Membandingkan materi paparannya, yang dilengkapi dengan citra hidup Matahari berdasarkan pemotretan menggunakan teleskop matahari canggih, tentu saja apa yang diperoleh oleh teleskop di Bosscha bukan bandingannya.

Kontribusi Indonesia

Direktur Observatorium Bosscha Taufiq Hidayat dalam sambutan pengantarnya menyebutkan, lembaga yang dipimpinnya beruntung masih dapat terus menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga di luar negeri untuk mendukung aktivitas ilmiahnya. Sementara peneliti Matahari di Bosscha, Dhani Herdiwijaya, selain menguraikan berbagai aspek riset tentang fisika matahari juga menyampaikan harapannya untuk mendapatkan hasil penelitian detail tentang Matahari.

Peresmian teleskop surya di Bosscha tampak sebagai momentum bagi bangkitnya minat terhadap riset Matahari.

Seiring dengan peringatan Tahun Astronomi Internasional 2009, berlangsung pula peringatan 400 tahun pengamatan bintik matahari. Dalam konteks ini, masih banyak tugas manusia untuk mendalami lebih jauh serba hal tentang Matahari, bintang yang menjadi sumber kehidupan di Bumi. Alam seperti yang ada sekarang ini, menurut skenario Ilahi, masih akan terbentang lima miliar tahun lagi, bukan sampai tahun 2012.


Editor: jimbon/Ardy

Dinosaurus Baru Ditemukan di Afrika

Kamis, 12 November 2009 | 14:50 WIB

JOHANNESBURG, KOMPAS.com — Spesies dinosaurus yang hidup sekitar 200 juta tahun lalu ditemukan di Afrika Selatan. Jenis yang baru diketahui ini diharapkan bisa membantu menjelaskan bagaimana hewan-hewan tersebut berevolusi menjadi hewan terbesar di darat.

Spesies bernama Aardonyx celestae ini panjangnya 7 meter. Ia adalah hewan pemakan tumbuhan berkepala kecil, tetapi memiliki rongga dada besar. Hewan ini berjalan menggunakan kaki belakangnya, tetapi bisa juga memanfaatkan keempat kaki untuk bergerak. Menurut para peneliti, hewan ini bisa dianggap sebagai bagian yang hilang dalam jalur evolusi.

"Hewan ini belum pernah ditemukan sebelumnya dan ia memiliki posisi penting dalam pohon keluarga dinosaurus," ujar paleontolog Australia, Adam Yates.

Spesies Aardonyx celestae ini hidup di awal periode Jurrasic. Menurut Yates, hewan yang ditemukan di Afrika Selatan ini tingginya sekitar 1,7 meter saat berdiri, dan beratnya mencapai 500 kilogram. Ia berumur sekitar 10 tahun saat mati, dan diduga ia mati karena habitatnya mengalami kekeringan.

Yang menarik, hewan ini memiliki beberapa karakteristik serupa dengan pemakan tumbuhan lain yang berjalan menggunakan kaki belakang. Namun, ia juga memiliki kemiripan dengan dinosaurus—yang dikenal dengan sebutan sauropoda—seperti brontosaurus, yang bisa tumbuh sangat besar, berjalan dengan empat kaki, berleher panjang, dan memiliki ekor seperti cemeti.

"Keberadaan Aardonyx membantu mengisi ruang yang kosong dalam evolusi sauropoda, di mana hewan yang berjalan dengan dua kaki mulai mengadopsi cara berjalan menggunakan empat kakinya," ujar Paul Barrett, paleontolog di Museum Sejarah Alam Inggris yang ikut dalam penggalian fosil itu.

Bagaimana dan mengapa dinosaurus tumbuh menjadi makhluk sangat besar adalah pertanyaan yang sejak lama ingin dijawab oleh para peneliti. Yang jelas, berjalan menggunakan empat kaki memungkinkan seekor hewan mendukung tubuhnya yang besar. Selain itu, ukuran besar sering kali menjadi pertahanan mereka menghadapi pemangsa bergigi tajam.

Penemuan ini dipublikasikan pada Rabu (11/11) dalam Proceedings of The Royal Society B, jurnal ilmiah yang berbasis di London.


WSN/Ardy

Tenunan Baduy Diminati Mancanegara

Tenunan Baduy Diminati Mancanegara
KOMPAS/AGUSTINUS HANDOKO
Seorang perempuan Baduy luar menenun benang menjadi selendang di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (12/7). Selendang itu selesai ditenun dalam satu minggu dan dijual dengan harga Rp 35.000 hingga Rp 40.000.

Jumat, 13 November 2009 | 02:36 WIB

SERANG, KOMPAS.com--Kain khas hasil tenunan masyarakat adat Baduy di Kabupaten Lebak, Banten diminati berbagai kalangan dalam negeri maupun mancanegara karena keantikan dan keunikannya.

Ketua Cita Tenun Indonesia (CTI) Okke Hatta Radjasa di Serang, Banten, Kamis mengatakan, pihaknya sudah mengikuti berbagai pameran hasil tenun yang diselengarakan di dalam maupun luar negeri dengan menghadirkan kain tenun khas baduy yang sudah didesain menjadi pakaian. Dalam kesempatan pameran tersebut, banyak kalangan yang menyukai dan berminat dengan tenunan baduy tersebut.

"Kami datang ke Banten untuk mengembangkan kain tenun tersebut, karena peminat dan permintaannya banyak namun produksinya terbatas," kata isteri Menko Ekuin Hatta Radjasa bernama lengkap Okktiniawati Ulfadariah saat bertemu Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah membahas rencana pengembangan tenun baduy tersebut.

Okke mengatakan tenunan baduy memiliki kekhasan tersendiri dari segi corak dan teknik pembuatannya yang kental dengan kearifan lokal. Untuk itu pihaknya akan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Banten dan Dinas UMKM Provinsi Banten untuk memberikan pelatihan kepada para perajin tenun supaya hasil produksi bisa optimal dan kualitasnya lebih meningkat.

"Terakhir kami memamerkan tenunan baduy di Belanda pada Januari 2009, selainnya pernah di Milan, Washington DC dan Perancis," katanya.

Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menyambut baik langkah yang dilakukan para pecinta kain tenun yang tergabung dalam CTI itu, untuk itu ia akan mengembangkan tenun baduy tersebut dalam bentuk menjadikan desa wisata dan akan memfasilitasinya melalui Dinas Kebudayaan dan Priwisata bersama Dinas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi Banten.

"Kami menyambut baik langkah positif ini sebagai salah satu upaya mengembangkan usaha kecil dan pariwisata di Banten, mudah-mudahan awal 2010 sudah berjalan," kata Atut.

JY/Ardy